Rangkuman Peraturan

Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, Berdasarkan Kepmenpera Nomor 09/KPTS/M/1995 Tahun 1995

Latar Belakang

Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi membuat kebutuhan akan perumahan juga semakin meningkat. Keterdesakan kebutuhan tersebut dengan unit yang tersedia seringkali menimbulkan jual beli atas rumah dilakukan bahkan pada saat rumah yang menjadi objek jual beli tersebut masih dalam tahap perencanaan sehingga menimbulkan adanya jual beli secara pesan lebih dahulu dan menyebabkan adanya perjanjian jual beli pendahuluan (preliminary purchase). Kemudian, tindakan jual beli pendahuluan tersebut dituangkan dalam akta perikatan jual beli rumah. Pengikatan ini kemudian lebih dikenal dengan perjanjian pengikatan jual beli (“PPJB”). Dalam membuat PPJB harus mengikuti pedoman yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 09 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah (“Kepmenpera No. 09/1995”) beserta contohnya. Dengan diberlakukannya Kepmenpera No.09/1995, maka diharapkan kepentingan pembeli dan penjual rumah lebih terjamin.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah

Di dalam sebuah PPJB rumah, memuat antara lain:

Objek pengikatan jual beli, yaitu: (a). luas bangunan rumah disertai dengan gambar arsitektur, gambar denah, dan spesifikasi teknis bangunan; (b). luas tanah, status tanah, beserta segala perijinan yang berkaitan dengan pembangunan rumah dan hak-hak lainnya; (c). lokasi tanah; (d). harga rumah dan tanah, serta tata cara pembayarannya.

Kewajiban penjual ialah menyelesaikan pembangunan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Namun, hal tersebut dapat dikesampingkan jika terjadinya keadaan Force Majeure. Sebelum melakukan penjualan dan/atau melakukan pengikatan jual beli rumah, penjual wajib memiliki : (a). surat ijin persetujuan prinsip rencana proyek dari Pemerintah Daerah setempat dan surat ijin lokasi dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Khusus untuk DKI Jakarta. Penjual harus memperoleh Surat Ijin Penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT); (b). Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang menerangkan penjual telah memperoleh tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman; (c). Ijin Mendirikan Bangunan. Selain itu, penjual berkewajiban untuk:

Mengurus pendaftaran perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Menjamin bahwa objek adalah hak penjual, serta tidak berada dalam sengketa dan tidak dikenakan sita jaminan oleh instansi yang berwenang.
Menjamin serta membebaskan pembeli dari segala tuntutan yang timbul di kemudian hari baik dari segi perdata maupun dari segi pidana atas tanah dan bangunan tersebut.
Bertanggung jawab atas cacat tersembunyi yang baru diketahui di kemudian hari, sesuai dengan ketentuan Pasal 1504 dan 1506 KUHPerdata.
Menanggung biaya pengurusan sertifikat.
Pembeli berkewajiban untuk membayar jumlah total harga objek, pajak, dan biaya-biaya lainnya serta membayar biaya pembuatan akta notaris, biaya PPJB, biaya pendaftaran perolehan hak atas tanah atas nama pembeli.

Atas kelalaian yang dilakukan oleh penjual dalam hal keterlambatan dalam menyerahkan objek perjanjian, pada waktu yang dijanjikan, penjual wajib membayar denda sebesar dua perseribu dari jumlah total harga objek untuk setiap hari keterlambatannya. Penjual juga dianggap telah memberikan kuasa kepada pembeli untuk mengurus dan menjalankan tindakan yang berkenaan dengan pengurusan pendaftaran perolehan hak atas objek tersebut kepada instansi yang berwenang. Sedangkan, bagi pembeli, atas keterlambatan membayar angsuran dan biaya lainnya, dikenakan denda sebesar dua perseribu dari jumlah angsuran yang telah jatuh tempo untuk setiap hari keterlambatan hingga dapat dibatalkannya secara sepihak PPJB oleh penjual.

Penjual akan menyerahkan bangunan melalui penandatanganan Berita Acara Serah Terima Bangunan kepada pembeli jika keduanya telah memenuhi kewajibannya masing-masing dan akan memberitahukan kepada pembeli rencana dilakukannya serah terima tanah dan bangunan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sebelum acara serah terima secara tertulis. Jika pembeli tidak bersedia menandatangani Berita Acara Serah Terima (“BAST”) tersebut lewat dari 2 minggu, maka pihak pembeli telah dianggap menerima objek perjanjian dengan segala konsekuensi. Dalam hal kedua pihak telah memenuhi kewajibannya masing-masing lebih cepat dari yang dijanjikan, maka tanah dan bangunan rumah tersebut dapat diserahterimakan oleh pihak penjual kepada pembeli.

Penjual wajib memberikan masa pemeliharaan/perbaikan selama 100 (seratus) hari sejak tanggal ditanda tanganinya BAST. Perbaikan yang dilakukan berdasarkan gambar denah bangunan dan spesifikasi teknis dalam lampiran PPJB. Setelah masa itu, pemeliharaan atas bangunan menjadi tanggung jawab pembeli sepenuhnya. Pihak penjual dibebaskan atas tanggung jawab perbaikan jika dalam keadaan memaksa seperti gempa bumi, banjir, huru hara, perang dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh perorangan maupun masal, perang atau karena adanya perubahan bangunan yang dilakukan oleh pihak pembeli.

Pihak pembeli dan penjual dibenarkan untuk mengalihkan hak atas objek kepada pihak ketiga selama belum dilaksanakannya jual beli di depan PPAT. Pembeli dapat mengalihkan haknya kepada pihak ketiga, apabila pembeli bersedia membayar biaya administrasi sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari harga jual pada transaksi yang berlangsung berdasarkan persetujuan tertulis Penjual.

PPJB tidak berakhir karena salah satu pihak meninggal dunia. PPJB dapat dibatalkan jika pihak penjual tidak dapat menyerahkan objek beserta hak yang melekat, tepat waktu yang diperjanjikan dan pihak penjual menyerahkan objek yang tidak cocok dengan gambar denah, dan spesifikasi teknis bangunan. Atas tindakan seperti ini, penjual wajib membayar uang yang telah diterima, ditambah dengan denda, bunga, dan biaya-biaya lainnya.

Pembeli dapat pula meminta pembatalan terhadap pengikatan jual beli rumah juga jika pembeli tidak dapat memenuhi dan atau tidak sanggup meneruskan kewajibannya untuk membayar harga yang diperjanjikan dan pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan kepada Bank Pemberi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) serta pembeli mengundurkan diri karena suatu sebab atau alasan apapun juga. Dalam kondisi seperti itu, jika pembayaran yang belum mencapai 10% maka uang yang terlah dibayarkan akan menjadi hak pihak penjual. Apabila pembayaran telah melebihi 10% maka pihak Penjual berhak memotong, 10% (sepuluh persen) dari jumlah total harga tanah dan bangunan dan sisanya dikembalikan kepada pembeli.

Akta jual beli tanah dan bangunan rumah harus ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan PPAT jika:

Bangunan rumah telah selesai dibangun dan telah siap untuk dihuni;
Pembeli telah membayar lunas seluruh harga beserta pajak dan biaya-biaya lainnya dan membawa serta memperlihatkannya pada saat penandatanganan;
Proses permohonan Hak Guna Bangunan sudah selesai diproses dan sertifikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas nama penjual;
Pedoman ini juga mengatur tentang penyelesaian perselisihan antara penjual dengan pembeli. Penyelesaian atas perselisihan, perbedaan pendapat dan sengketa yang terjadi dilakukan melalui musyawarah. Namun, apabila tidak mendapatkan hasil, maka para pihak dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Adapun biaya yang timbul menjadi beban dan harus dibayar untuk jumlah yang sama, yaitu 50% oleh penjual dan 50% oleh pembeli.

Samuel Christian, SH

read more

Aspek Hukum Jasa Konstruksi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional, di mana pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu, dirasakan perlu pengaturan secara rinci dan jelas mengenai jasa konstruksi, yang kemudian dituangkan dalam di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UU Jasa Konstruksi).

Jasa Konstruksi Secara Umum

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum. Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.

Perizinan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi

Penyedia jasa konstruksi yang berbentuk badan usaha harus (i) memenuhi ketentuan perizinan usaha di bidang jasa konstruksi dan (ii) memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian, hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.

Berkenaan dengan izin usaha jasa konstruksi, telah diatur lebih lanjut dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (PP 28/2000) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP 28/2000 (PP 4/2010) dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 369/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional.

Pengikatan Suatu Pekerjaan Konstruksi

Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas, dan dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukkan langsung. Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa. Badan-badan usaha yang dimilki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan. Berkenaan dengan tata cara pemilihan penyedia jasa ini, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP 29/2000) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP 29/2000.

Kontrak Kerja Konstruksi

Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Suatu kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai (i) para pihak; (ii) rumusan pekerjaan; (iii) masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan; (iv) tenaga ahli; (v) hak dan kewajiban para pihak; (vi) tata cara pembayaran; (vii) cidera janji; (viii) penyelesaian perselisihan; (ix) pemutusan kontrak kerja konstruksi; (x) keadaan memaksa (force majeure); (xi) kegagalan bangunan; (xii) perlindungan pekerja; (xiii) aspek lingkungan. Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.

Uraian mengenai rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi (a) volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan; (b) persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi; (c) persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa; (d) pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat; (e) laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.

Peran Masyarakat dan Masyarakat Jasa Konstruksi

Masyarakat juga memiliki peran dalam suatu penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi, diantaranya untuk (i) melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi; (ii) memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan konstruksi; (iii) menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi; (iv) turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.

Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. Masyarakat jasa konstruksi ini diselenggarakan melalui suatu forum jasa konstruksi yang dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. Forum ini bersifat mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi. Peran masyarakat jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam PP 4/2010.

Peran Pemerintah

Pemerintah juga memiliki peran dalam penyelenggaraan suatu jasa konstruksi, yaitu melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Pengaturan yang dimaksud dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan standar-standar teknis. Sedangkan pemberdayaan dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi. Selanjutnya, mengenai pengawasan, dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan ini dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi. Pembinaan jasa konstruksi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

Gugatan Masyarakat

Dalam suatu penyelenggaraan usaha jasa konstruksi, terdapat kemungkinan bahwa masyarakat mengalami kerugian sebagai akibat dari penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut. Karena itulah, masyarakat memiliki hak mengajukan gugatan perwakilan. Yang dimaksud dengan hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat dari kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Sanksi

Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran UU Jasa Konstruksi adalah berupa (i) peringatan tertulis; (ii) penghentian sementara pekerjaan konstruksi; (iii) pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; (iv) larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi (khusus bagi pengguna jasa); (v) pembekuan izin usaha dan/atau profesi; dan (vi) pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Selain sanksi administratif tersebut, penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenakan denda paling banyak sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Helen Taurusia, S.H

read more

Rangkuman Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Latar Belakang

Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hanya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninnya. Pendaftaran tanah diatur sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Tujuan Pendaftaran Tanah:

Pendaftaran tanah bertujuan untuk (i) memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, (ii) untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Pemerintah agar dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan-perbuatan hukum sehubungan dengan tanah dan rumah susun, dan (iii) untuk dapat terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional, (BPN), dimana pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan (Kantor Pertanahan). Dalam menjalankan tugasnya, Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria. Obyek dari pendaftaran tanah meliputi:

Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai;
tanah hak pengelolaan;
tanah wakaf;
hak milik atas satuan rumah susun;
hak tanggungan;
tanah Negara.
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi (i) pendaftaran tanah untuk pertama kali, dan (ii) pemeliharaan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik, melalui kegiatan pengukuran dan pemetaan meliputi (i) pembuatan peta dasar pendaftaran, (ii) penetapan batas bidang-bidang tanah, (iii) pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, (iv) pembuatan daftar tanah, dan (v) pembuatan surat ukur.

Pendaftaran hak atas tanah maupun hak milik atas satuan rumah susun dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu (i) pembuktian hak baru, dan (ii) pembuktian hak lama. Pembuktian atas tanah baru dibuktikan dengan penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak menurut ketentuan yang berlaku, dan akta asli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memuat pemberian hak tersebut. Pemberian hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan berdasarkan akta pemisahan, yang menunjukkan satuan yang dimiliki, dan proposional atas kepemilikan rumah susun tersebut. Pendaftaran hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti berupa bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau keterangan dari orang yang bersangkutan, yang kadar kebenarannya ditentukan oleh instansi yang berwenang.

Pembukuan Hak dan Penerbitan Sertifikat

Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis, yaitu keterangan atas status hukum tanah atau rumah susun, dan data fisik, yaitu keterangan mengenai batas, bidang, dan luas bidang tanah atau satuan rumah susun. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang ada di dalam buku tanah. Penerbitan sertifikat tersebut bertujuan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Sertifikat adalah tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama data fisik dan yuridis adalah data yang benar.

Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah

Pemegang hak berkewajiban untuk mendaftarkan tanah, apabila terjadi perubahan atas data fisik atau yuridisi atas tanah. Misalnya apabila dilakukan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang tanah, dan juga pembebanan atau pemindahan hak atas sebidang tanah. Pemindahan hak hanya bisa dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat di depan PPAT, dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Kemudian, akta mengenai pemindahan hak tersebut dikirim selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditandatanganinya akta tersebut kepada Kantor Pertanahan.

Ivor Ignasio Pasaribu

read more

Rangkuman Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS)

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997 adalah perubahan dari Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (“RSS”) dan Rumah Sederhana (“RS”)(selanjutnya disebut “Keputusan Menteri Negara Agraria”).

read more

Rangkuman Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS)

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) Dan Rumah Sederhana (RS) berfungsi untuk memberikan kepastian hak atas tanah di atasnya dibangun Rumah Sangat Sederhana atau Rumah Sederhana secara merata dan menjangkau masyarakat ekonomi lemah dimana nilainya tidadk lebih dari Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

read more