Di dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”)menyebutkan:

“Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat di punyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6”

Pasal tersebut di atas berkaitan dengan Pasal 6 UUPA yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hak milik seperti yang disebutkan di atas hanya dapat dimiliki oleh warganegara Indonesia.

Pasal 35 UUPA menyebutkan mengenai hak guna bangunan (“HGB”). Pengertian HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun. Yang dapat memiliki HGB adalah warganegara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Pasal 41 ayat (1) UUPA juga mengatur mengenai Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Dari ketiga definisi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Hak Milik merupakan dasar hak terkuat atas kepemilikan tanah atau bangunan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal (“Perka BPN 6/2008”) mengatur permohonan perubahan HGB atau Hak Pakai menjadi Hak Milik, yaitu Hak Milik atas rumah tinggal. Pasal 2 Perka BPN 6/2008 menjelaskan mengenai proses untuk memperoleh Hak Milik atas rumah tinggal yang semula merupakan HGB atau Hak Pakai. Dalam Pasal tersebut menjelaskan bahwa permohonan pendaftaran Hak Milik diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat dengan melampirkan beberapa dokumen tertentu.

Lihat Juga  Aspek Hukum Suatu Pertelaan Rumah Susun

Pasal 2 ayat (3) Perka BPN 6/2008 menyebutkan bahwa setelah prosedur-prosedur permohonan pendaftaran Hak Milik telah diselesaikan, maka selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya akan mencatat hapusnya HGB atau Hak Pakai yang bersangkutan dalam buku tanah dan sertipikatnya serta daftar umum lainnya. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat selanjutnya akan mendaftar Hak Milik atas tanah bekas HGB atau Hak Pakai tersebut dengan membuatkan buku tanah dengan menyebutkan Keputusan sebagai dasar adanya Hak Milik dan menerbitkan sertipikatnya, dengan surat ukur yang dibuat berdasarkan data fisik yang digunakan dalam pendaftaran HGB atau Hak Pakai.

Novita Theresia

  • Apabila Anda memiliki pertanyaan mengenai Peningkatan Hak untuk Kepemilikan Rumah,  silakan hubungi kami ke query@lekslawyer.com