Akta tanah

Pelayanan Survey, Pengukuran, Pemetaan sebagai Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional menurut PP No.13 tahun 2010

Dalam pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (“PP No.13/2010”), salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak yang diterima oleh Badan Pertanahan Nasional adalah dari pelayanan survey, pengukuran, pemetaan.

Pelayanan survey, pengukuran, dan pemetaan meliputi:

1. Pelayanan Survei, Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah, dan Pemetaan;
2. Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah dalam rangka Penetapan Batas, yang meliputi:

i. Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah;

-luas tanah sampai 10 hektar

Tarif: Tu = (L/500 x HSBKu) + Rp.100.000,00

-luas tanah 10-1000 hektar

Tarif: Tu = (L/4000 x HSBKu) + Rp.14.000.000,00

-luas tanah lebih dari 1000 hektar

Tarif: Tu = (L/10.000 x HSBKu) + Rp.134.000.000,00

ii. Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah Secara Massal

Secara Massal adalah permohonan yang diajukan paling sedikit 10 (sepuluh) bidang dalam 1 (satu) kelurahan, desa, atau nama lainnya.

Tarif: Tum = 75% x Tu

iii. Pelayanan Pengembalian Batas; dan

Tarif: Tpb= 150% x Tu

iv. Pelayanan Legalisasi Gambar Ukur Surveyor Berlisensi.

Legalisasi Gambar Ukur Surveyor Berlisensi adalah legalisasi gambar ukur hasil pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah yang dilakukan oleh surveyor berlisensi.

Tarif: Tsl= 30% x Tu

Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah, atau Ruang Perairan
Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Batas Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah, atau Ruang Perairan adalah seluruh jenis kegiatan pengukuran dalam rangka penetapan batas ruang atas tanah, atau ruang bawah tanah untuk penerbitan sertifikatnya atau kegiatan pertanahan lainnya.

Tarif: 300% x Tu

Yang dimaksud dengan:

hektar adalah luas sama dengan 10.000 m2.
Tu adalah Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah dalam rangka Penetapan Batas.
L adalah Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).
HSBKu adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pengukuran yang berlaku untuk tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan keluaran (output) kegiatan.
Tum adalah Tarif Pelayanan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Secara Massal.
Tpb adalah Tarif Pelayanan Pengembalian Batas.
Tsl adalah Tarif Pelayanan Legalisasi Gambar Ukur Surveyor Berlisensi

Maria Amanda

read more

Pembuktian Hak Lama pada Pendaftaran Tanah

Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24/1997”) mengatur bahwa, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk memenuhi syarat mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

Permohonan tersebut harus disertai bukti kepemilikan/ dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan. Alat-alat bukti yang dimaksudkan tersebut dapat berupa:

1. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27), yang telah dibubuhi cacatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau

2. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau

3. surat bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau

4. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau

5. sertifikat hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau

6. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau

7. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanah-nya belum dibukukan; atau

8. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau

9. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau

10. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atu Pemerintah Daerah; atau

11. petuk Pajak Bumi/Landrete, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau

12. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau

13. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.

Jika, bukti tertulis kepemilikan sebidang tanah tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Adjudikasi atau oleh Kepala Kantor Pertanahan. Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.

Dalam hal tidak atau tidak tersedianya secara lengkap alat-alat pembuktian di atas, maka Pasal 24 ayat (2) PP No. 24/1997, memberi jalan keluar dengan mengganti ketidaksediaan bukti kepemilikan sebidang tanah tersebut dengan bukti penguasaan fisik atas tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:

a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut;

b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak digangu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;

c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman;

e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;

f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik;

Ketentuan Pasal 76 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“Permenag/Ka.BPN No. 3/1997”) mengatur lebih lanjut mengenai bukti-bukti mengenai kepemilikan tanah yang tidak tersedia tersebut, sesuai yang tercantum pada Pasal 24 ayat (2) PP No. 24/1997. Permohonan yang diajukan tersebut harus disertai:

1.) surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut:

a. bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih.

b. bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik;

c. bahwa penguasaan itu tidak pernah digangu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;

d. bahwa tanah tersebut sekarang tidak memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut di muka Hakim secara pidana maupun perdata jika memberikan keterangan palsu;

2.) Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang biasanya disebut Surat Keterangan Tanah (“SKT”) dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon dalam surat pernyataan di atas.

Pembuktian hak-hak lama ini biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang belum pernah tersentuh administrasi dan hukum pertanahan yang modern. Setelah bukti penguasaan fisik tersebut dilampirkan dalam permohonan hak atas tanah, lalu dilakukan pemeriksaan terhadap tanah sebagai bagian dari proses pendaftaran tanah, maka akan jelas bahwa pemegang hak maupun tanahnya telah terdaftar dan pemegang hak tersebut mempunyai hubungan hukum dengan tanahnya. Bukti bahwa pemegang hak berhak atas tanahnya adalah pemberian tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat yang dinamakan sertifikat tanah. Dengan adanya pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat tersebut, maka tercapailah kepastian hukum.

Sofie Widyana P.

read more

Ajudikasi Pendaftaran Tanah

Pengertian ajudikasi menurut Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No 24/1997”) adalah “kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya”. Kegiatan ajudikasi pendaftaran tanah tersebut merupakan prosedur khusus yang dilakukan untuk pemberian status hukum atas bagian-bagian tanah kepada pemilik yang benar-benar berwenang.

Pada pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, yang pada umumnya bersifat masal dan besar-besaran, maka untuk melaksanakannya Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk khusus untuk itu oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, sehingga dengan demikian tugas rutin Kantor Pertanahan tidak terganggu.

Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas administrasi yang tugas, susunan dan kegiatannya diatur Menteri.

Pada intinya tugas ajudikasi ini adalah tugas investigasi yang meneliti dan mencari kebenaran formal bukti, yakni data-data yuridis awal yang dimiliki pemegang hak atas tanah, dan tugas justifikasi, yaitu membuat penetapan dan pengesahan bukti yang sudah diteliti tersebut.

Walaupun tugas ajudikasi ini sebenarnya adalah tugas lembaga peradilan yaitu memberikan keputusan atau putusan, akan tetapi, dalam pendaftaran tanah tugas ajudikasi tersebut diberikan kepada pemerintah selaku eksekutif.

Kegiatan ajudikasi pendaftaran tanah ini, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh akan sangat mendukung dalam percepatan pendaftaran tanah dan dapat menjamin kepastian hukum.

Sofie Widyana P.

read more

Kegiatan Pendaftaran Tanah

Latar Belakang

Definisi pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”) merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) yang meliputi: pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.

Kegiatan pendaftaran tanah lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu meliputi:

1. Kegiatan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali (Opzet atau Initial Registration)

Pendaftaran tanah pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk objek tanah yang belum didaftarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 10/1961”) atau PP 24/1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan (Pasal 1 angka 10 PP 24/1997). Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya mengenai satu beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal (Pasal 1 angka 11 PP 24/1997).

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya, meliputi:
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik

1. Pembuatan peta dasar pendaftaran

2. Pendaftaran batas bidang-bidang tanah

3. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran

4. Pembuatan daftar tanah

5. Pembuatan surat ukur

b. Pembuktian hak dan pembukuannya, meliputi;

1. Pembuktian hak baru

2. Pembuktian hak lama

c. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah

d. Penyajian daftar umum dan dokumen

e. Kegiatan pemeliharan data pendaftaran tanah

2. Kegiatan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah (Bijhouding atau Maintenance)

Kegiatan ini adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, daftar surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian (Pasal 1 angka 12 PP 24/1997).

Berdasarkan Pasal 36 PP 24/1997, pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Perubahan fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi misalnya jika diadakan pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah didaftar.

Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan data fisik atau data yuridis tersebut kepada Kantor Pertanahan dan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.

Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, terdiri atas:

a. pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.

1. pemindahan hak dengan lelang

2. peralihan hak karena pewarisan

3. peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi

4. pembebanan hak

5. penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak

b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya, meliputi:

1. perpanjangan jangka waktu hak atas tanah;

2. pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah

3. pembagian hak bersama;

4. hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun

5. peralihan dan hapusnya hak tanggungan;

6. perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan;

7. perubahan nama.

Sofie Widyana P.

read more

Peran Camat dan Lurah Dalam Rangka Proses Sertifikat Tanah di DKI Jakarta

Dalam era reformasi, keberhasilan penyelenggaraan pemerintah salah satunya diukur dari penyelenggaraan pelayanan di bidang pertanahan yang baik oleh instansi atau unit pemberi layanan. Terlebih lagi pelayanan di bidang pertanahan, karena tanah mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat sentral dan bersifat strategis di dalam aspek ekonomi dan aspek sosial. Dalam aspek ekonomi, tanah dapat memberikan kesejahteraan berupa pendapatan melalui transaksi jual beli, sewa – menyewa, dan jaminan hak tanggungan (Secured Transaction), dan sebagainya. Demikian juga bagi pemerintah, dalam aspek ekonomi, tanah yang dimilikinya memberikan pendapatan baik melalui kerja sama BOT (Built-Operate-Transfer) dan BTO (Built- Transfer-Operate), dan sebagainya.

read more
Proses Balik Nama Sertifikat Tanah di Kantor Pertanahan

Proses Balik Nama Sertifikat Tanah di Kantor Pertanahan

Proses Balik Nama di Kantor Pertanahan
1)Menggunakan Jasa PPAT
Setelah membuat akta jual – beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas akta jual-beli ke Kantor Pertanahan, untuk keperluan balik nama sertifikat, selambat-lambatnya dalam tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.
Berkas yang diserahkan meliputi :
a.Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli
b.Akta jual – beli PPAT
c.Sertifikat hak atas tanah
d.KTP pembeli dan penjual
e.Bukti pelunasan pembayaran PPh
f.Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
2)Pembeli Mengajukan Sendiri
Dalam hal pembeli mengajukan sendiri proses balik nama maka berkas jual-beli yang ada di PPAT diminta, untuk selanjutnya pembeli mengajukan permohonan balik nama ke Kantor Pertanahan, dengan melampirkan :
a.Surat Pengantar dari PPAT
b.Sertifikat Asli
c.Akta jual-beli dari PPAT
d.Identitas diri penjual, pembeli dan/atau kuasanya (melampirkan fotocopy KTP)
e.Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan kepada pihak lain
f.Bukti pelunasan SSBBPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan)
g.Bukti pelunasan SSP PPh (Surat Setor Pajak Pajak Penghasilan)
h.SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) tahun berjalan atau tahun terakhir. Bila belum memiliki SPPT, maka perlu keterangan dari lurah/kepala desa terkait.
i.Izin Peralihan Hak, jika :
i.Pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik atas rumah susun yang didalam sertifikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa, hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi berwenang;
ii.Pemindahan Hak Pakai atas tanah Negara.
j.Surat Pernyataan calon penerima hak (pembeli), yang menyatakan :
i.Bahwa pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
ii.Bahwa pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanah absentee (guntai).
iii.Bahwa yang bersangkutan (pembeli) menyadari, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud di atas tidak benar (poin i dan ii), maka tanah berlebih atau tanah absentee tersebut menjadi objek landreform. Dengan kata lain, yang bersangkutan (pembeli) bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan tersebut tidak benar.
Setelah permohonan dan kelengkapan berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT atas kuasa dari pembeli, maka Kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya, oleh Kantor Pertahanan akan dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama, untuk kemudian diubah dengan nama pemegang hak baru.
Nama pemegang hak lama (penjual) didalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam, serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dan sertifikat, dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli, di Kantor Pertahanan Terkait.
Sumber: Tata Cara Mengurus Surat – Surat Rumah dan Tanah, hal 73-75
Penulis: Eko Yulian Isnur, S.H.
Penerbit: Pustaka Yustisia, 2008

1)Menggunakan Jasa PPAT

Setelah membuat akta jual-beli, PPAT kemudian menyerahkan berkas akta jual-beli ke Kantor Pertanahan, untuk keperluan balik nama sertifikat, selambat-lambatnya dalam tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut.

Berkas yang diserahkan meliputi :

a.Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli

b.Akta jual-beli PPAT

c.Sertifikat hak atas tanah

d.KTP pembeli dan penjual

e.Bukti pelunasan pembayaran PPh

f.Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

2)Pembeli Mengajukan Sendiri

Dalam hal pembeli mengajukan sendiri proses balik nama maka berkas jual-beli yang ada di PPAT diminta, untuk selanjutnya pembeli mengajukan permohonan balik nama ke Kantor Pertanahan, dengan melampirkan :

a.Surat Pengantar dari PPAT

b.Sertifikat Asli

c.Akta jual-beli dari PPAT

d.Identitas diri penjual, pembeli dan/atau kuasanya (melampirkan fotocopy KTP)

e.Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan kepada pihak lain

f.Bukti pelunasan SSBBPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan)

g.Bukti pelunasan SSP PPh (Surat Setor Pajak Pajak Penghasilan)

h.SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan) tahun berjalan atau tahun terakhir. Bila belum memiliki SPPT, maka perlu keterangan dari lurah/kepala desa terkait.

i.Izin Peralihan Hak, jika :

i.Pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik atas rumah susun yang didalam sertifikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa, hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi berwenang;

ii.Pemindahan Hak Pakai atas tanah Negara.

j.Surat Pernyataan calon penerima hak (pembeli), yang menyatakan :

i.Bahwa pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

ii.Bahwa pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanah absentee (guntai).

iii.Bahwa yang bersangkutan (pembeli) menyadari, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud di atas tidak benar (poin i dan ii), maka tanah berlebih atau tanah absentee tersebut menjadi objek landreform. Dengan kata lain, yang bersangkutan (pembeli) bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan tersebut tidak benar.

Setelah permohonan dan kelengkapan berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT atas kuasa dari pembeli, maka Kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya, oleh Kantor Pertahanan akan dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama, untuk kemudian diubah dengan nama pemegang hak baru.

Nama pemegang hak lama (penjual) didalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam, serta diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dan sertifikat, dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli, di Kantor Pertahanan Terkait.

Sumber: Tata Cara Mengurus Surat-Surat Rumah dan Tanah, hal 73-75

Penulis: Eko Yulian Isnur, S.H.

Penerbit: Pustaka Yustisia, 2008

read more